Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Canangkan Kurikulum Wajib Militer Mulai Kelas 1 SMA: Solusi Atasi Kenakalan Remaja?

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Canangkan Kurikulum Wajib Militer Mulai Kelas 1 SMA: Solusi Atasi Kenakalan Remaja?
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Canangkan Kurikulum Wajib Militer Mulai Kelas 1 SMA: Solusi Atasi Kenakalan Remaja?

 

Kenakalan remaja seperti tawuran, balap liar, dan keterlibatan dalam geng motor telah menjadi masalah serius di Jawa Barat. Untuk mengatasi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengumumkan rencana penerapan kurikulum wajib militer (wamil) di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mulai tahun ajaran baru. Langkah ini bertujuan membentuk karakter siswa dan menekan angka kenakalan remaja.

Kenakalan Remaja Kian Marak, Solusi Harus Ditemukan!

FYP Media.ID – Kenakalan remaja seperti tawuran antar pelajar, balap liar, dan keterlibatan dalam geng motor semakin meresahkan masyarakat Jawa Barat. Fenomena ini bukan sekadar masalah individu, tetapi sudah menjadi ancaman sosial yang dapat berdampak pada keamanan dan kenyamanan warga.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mencanangkan kurikulum wajib militer (wamil) di SMA sebagai solusi utama. Program ini rencananya akan diterapkan di seluruh SMA di Jawa Barat dengan melibatkan anggota TNI dan Polri sebagai pembina. Tujuannya adalah menanamkan disiplin, kepemimpinan, dan rasa bela negara pada para siswa sejak dini.

Namun, apakah kebijakan ini benar-benar solusi yang efektif? Ataukah justru akan menjadi beban baru bagi siswa yang sudah memiliki jadwal belajar yang padat?

Apa Itu Kurikulum Wajib Militer di SMA?

Kurikulum wajib militer yang dicanangkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi bukan berarti siswa akan langsung direkrut menjadi tentara. Program ini lebih berfokus pada pembentukan karakter, kedisiplinan, serta nilai-nilai bela negara melalui pelatihan fisik dan mental yang terstruktur. Rencana ini melibatkan Kodam III/Siliwangi dan Polda Jawa Barat sebagai mitra utama dalam pelaksanaannya. Para siswa akan mendapatkan pelatihan langsung dari TNI-Polri yang bertugas memberikan edukasi tentang disiplin, kepemimpinan, serta wawasan kebangsaan. Selain itu, program ini juga diharapkan bisa menjadi solusi konkret dalam mengurangi tingkat kenakalan remaja. Dengan memberikan kesibukan positif kepada siswa, mereka tidak lagi memiliki waktu atau kesempatan untuk terlibat dalam tindakan kriminal seperti tawuran atau balap liar.

Tujuan Penerapan Kurikulum Wamil

Penerapan kurikulum wamil diharapkan dapat mencapai beberapa tujuan utama:

1. Pembentukan Karakter dan Disiplin: Melalui pelatihan ala militer, siswa diharapkan mengembangkan disiplin diri, tanggung jawab, dan sikap kepemimpinan.

2. Penanaman Nilai Bela Negara: Program ini bertujuan menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kesadaran akan pentingnya peran individu dalam menjaga kedaulatan negara.

3. Pencegahan Kenakalan Remaja: Dengan keterlibatan dalam kegiatan positif dan terstruktur, siswa yang sebelumnya terlibat dalam aktivitas negatif dapat dialihkan perhatiannya ke arah yang lebih konstruktif.

Kerja Sama dengan TNI dan Polri

Untuk merealisasikan program ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana bekerja sama dengan Komando Daerah Militer (Kodam) III/Siliwangi dan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat. Kolaborasi ini akan melibatkan anggota TNI dan Polri sebagai pembina di setiap sekolah, yang akan memberikan pelatihan dan pendidikan terkait disiplin, kepemimpinan, serta nilai-nilai kebangsaan.

BACA JUGA : Wajib Militer di SMA Jabar, Anggota TNI-Polri Jadi Pembina di Setiap Sekolah

Dasar Hukum dan Dukungan Masyarakat

Penerapan kurikulum wamil memerlukan payung hukum yang jelas. Praktisi pendidikan menekankan pentingnya dasar hukum, seperti Peraturan Gubernur atau Peraturan Daerah, untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, integrasi program wamil dengan Pendidikan Bela Negara yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dapat menjadi landasan legal bagi pelaksanaan program ini. Rencana ini mendapatkan berbagai tanggapan dari masyarakat, khususnya orangtua siswa. Sebagian besar mendukung inisiatif tersebut dengan harapan dapat menekan angka kenakalan remaja dan meningkatkan disiplin siswa. Yulianti Rahayu, seorang orangtua siswa di Cikarang, menyatakan setuju dengan program ini agar anak-anak yang terlibat dalam geng motor dan tawuran mendapatkan pembinaan yang lebih ketat.

Bagaimana Respon Masyarakat?

Kebijakan ini menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak, khususnya orang tua siswa dan pemerhati pendidikan.

Sebagian besar orang tua menyambut baik program ini dengan harapan bisa menekan angka kenakalan remaja dan membantu anak-anak mereka menjadi lebih disiplin.

Yulianti Rahayu, seorang orang tua siswa di Cikarang, mengatakan:

“Saya setuju dengan program ini. Anak-anak zaman sekarang terlalu bebas. Kalau ada pelatihan ala militer, mereka bisa lebih disiplin dan tidak mudah terjerumus ke pergaulan negatif seperti geng motor atau tawuran.”

Namun, ada juga kritik dan kekhawatiran dari kalangan praktisi pendidikan. Mereka mempertanyakan apakah kurikulum wamil benar-benar akan efektif atau justru membebani siswa yang sudah harus belajar banyak materi akademik.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa metode pelatihan militer yang keras mungkin tidak cocok untuk semua siswa, terutama bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan atau mental.

Tantangan dalam Implementasi

Meskipun banyak yang mendukung, terdapat beberapa tantangan dalam implementasi program ini:

1. Ketersediaan Sumber Daya: Penempatan anggota TNI-Polri sebagai pembina di setiap sekolah memerlukan koordinasi dan sumber daya manusia yang memadai.

2. Penyesuaian Kurikulum: Integrasi materi wamil ke dalam kurikulum existing memerlukan penyesuaian agar tidak mengganggu proses belajar-mengajar yang sudah berjalan.

3. Pengawasan dan Evaluasi: Diperlukan mekanisme pengawasan dan evaluasi yang efektif untuk memastikan program berjalan sesuai tujuan tanpa menimbulkan efek negatif bagi siswa.

Inisiatif Gubernur Jawa Barat untuk memasukkan kurikulum wajib militer di SMA dengan melibatkan anggota TNI-Polri sebagai pembina merupakan langkah progresif dalam upaya menanggulangi kenakalan remaja dan membentuk karakter generasi muda. Dengan perencanaan yang matang, dasar hukum yang kuat, serta dukungan dari berbagai pihak, program ini berpotensi membawa dampak positif bagi perkembangan siswa dan stabilitas sosial di Jawa Barat.