FYP Media.id – Pada Selasa, 13 Mei 2025 – Ketegangan antara dunia hiburan dan dunia politik kembali mencuat. Kali ini, isu yang menjadi sorotan adalah rencana tarif film dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan ini sontak membuat para petinggi studio besar Hollywood berkumpul dalam sebuah pertemuan virtual untuk membahas langkah strategis. Dalam forum yang digelar Jumat (9/5) lalu, sekitar 20 bos dari perusahaan raksasa film berkonsultasi dengan Charles Rivkin, pimpinan Motion Picture Association (MPA), guna mencari solusi menghadapi tantangan tersebut.
Tarif ini dianggap bukan hanya mengancam alur bisnis industri film, tapi juga bisa membawa dampak jangka panjang terhadap ekosistem perfilman global. Berikut ini adalah tujuh kekhawatiran utama yang mengemuka dalam diskusi internal Hollywood yang penuh tekanan tersebut.
-
Film Bukan Produk Biasa
Salah satu fokus utama dalam pertemuan ini adalah upaya untuk mengedukasi Gedung Putih mengenai kompleksitas industri perfilman. Tidak seperti barang ekspor biasa seperti mobil atau baja, film adalah hasil kerja kolaboratif lintas negara dan lintas budaya. Proses produksinya melibatkan berbagai tahap kreatif, teknis, dan finansial, sering kali dilakukan di beberapa negara berbeda untuk alasan artistik maupun efisiensi biaya.
Jika tarif diberlakukan secara kaku, hal itu dianggap sebagai bentuk penyederhanaan yang keliru terhadap industri yang sangat kompleks.
-
Banyak Film Memang Harus Diproduksi di Luar Negeri
Tidak semua film Hollywood bisa atau ideal untuk dibuat di tanah Amerika. Beberapa cerita membutuhkan latar otentik dari lokasi-lokasi seperti Inggris, Kanada, Selandia Baru, atau bahkan Indonesia. Bahkan bukan hanya syutingnya yang dilakukan di luar negeri, banyak studio memilih mengerjakan pascaproduksi seperti efek visual dan penyuntingan di negara-negara lain demi memanfaatkan insentif pajak atau biaya produksi yang lebih murah.
Tarif film akan menyulitkan kerja lintas batas ini dan menambah tekanan finansial pada para produser.
-
Ancaman terhadap Negara Bagian AS yang Tidak Memberikan Insentif
Meskipun banyak film tetap diproduksi di Amerika Serikat, ternyata tak semua negara bagian memiliki kemampuan bersaing dalam hal insentif. Lokasi seperti Georgia, New Jersey, dan New York dikenal menawarkan potongan biaya produksi yang signifikan, sehingga mampu menarik banyak proyek film. Sebaliknya, California — yang menjadi markas besar industri Hollywood — mulai tertinggal karena tidak mampu memberikan insentif setara.
Para eksekutif khawatir, kebijakan tarif yang tidak mempertimbangkan kondisi ini justru akan merugikan negara bagian sendiri, terutama California.
-
Potensi Pengaruh Buruk terhadap Streaming dan Televisi
Salah satu kekhawatiran besar yang mencuat dalam diskusi adalah belum jelasnya cakupan tarif. Apakah hanya film layar lebar yang akan dikenakan, atau justru mencakup juga konten televisi dan platform streaming seperti Netflix, Amazon Prime, dan Disney+?
Jika kebijakan ini juga menyentuh sektor streaming dan televisi, maka model pembiayaan film yang selama ini sudah mapan akan terguncang hebat. Bahkan bisa menimbulkan penurunan produksi konten secara drastis karena biaya yang melonjak tinggi.
-
Risiko Tindakan Balasan dari Negara Lain
Kebijakan tarif ini juga berisiko memicu aksi balasan dari negara lain. Jika AS mengenakan tarif pada film yang diproduksi di luar negeri, negara-negara seperti Prancis, Jerman, atau China juga bisa melakukan hal serupa terhadap film-film produksi Hollywood yang masuk ke pasar mereka. Ini bisa memicu perang dagang budaya yang memperburuk situasi industri hiburan global yang saat ini sedang beradaptasi pasca pandemi.
-
Surplus Perdagangan Amerika dalam Ekspor Film Terancam
Salah satu argumen utama yang disiapkan MPA dan para eksekutif untuk diajukan kepada Trump adalah fakta bahwa Amerika Serikat saat ini masih memiliki surplus perdagangan sebesar 11 miliar dolar AS dari ekspor film. Artinya, sektor ini sejauh ini justru menyumbang nilai positif dalam neraca dagang AS.
Pemberlakuan tarif dianggap sebagai langkah kontraproduktif yang bisa membalikkan tren tersebut dan menurunkan daya saing global industri kreatif Amerika.
-
Hollywood Butuh Pendekatan Dialog, Bukan Konfrontasi
Terlepas dari kekhawatiran tersebut, para bos studio Hollywood mengaku tetap terbuka untuk berdialog. Trump sendiri disebutkan memberi sinyal terbuka untuk bertemu dengan para kepala studio, meskipun belum ada jadwal resmi yang diumumkan.
Jika pertemuan itu benar-benar terjadi, MPA dan para petinggi studio berharap bisa menjelaskan secara langsung betapa pentingnya pendekatan yang bijaksana terhadap kebijakan tarif ini — bukan hanya untuk keuntungan industri, tetapi juga untuk mempertahankan posisi Amerika sebagai pusat industri hiburan dunia.
Baca juga: 3 Negara, Triliunan Dolar, dan Ambisi Global: Isi Kunjungan Trump ke Kawasan Teluk
Antara Politik, Bisnis, dan Seni
Industri perfilman global tidak berdiri sendiri. Ia merupakan paduan antara bisnis, seni, dan kebijakan publik. Ketika kebijakan ekonomi seperti tarif mulai menyentuh ranah kreatif, dampaknya bisa jauh lebih luas daripada sekadar angka dalam neraca dagang.
Hollywood kini menghadapi tantangan besar untuk memastikan bahwa seni dan industri dapat terus berkembang di tengah dinamika politik. Dan para bosnya tahu, mereka tak hanya sedang mempertahankan keuntungan finansial, tapi juga masa depan cerita-cerita yang menginspirasi dunia.