FYPMedia.ID – Terdakwa korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, menyampaikan nota pembelaannya (pleidoi) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).
Harvey mempertanyakan perhitungan kerugian lingkungan yang mencapai Rp 271 triliun dalam kasus ini, sembari mengungkapkan dampak besar yang menimpa keluarganya, termasuk istrinya, aktris Sandra Dewi.
Harvey menyoroti metodologi perhitungan kerugian negara yang dilakukan ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB). Menurutnya, angka fantastis itu dihitung hanya dari dua kunjungan lapangan dengan 40 sampel tanah, menggunakan perangkat lunak gratis yang dianggap tidak akurat.
Menurutnya, angka 271 triliun tersebut bukan kerugian negara dalam bentuk tunai, melainkan kerusakan alam.
Baca juga: Kasus Korupsi Timah: Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara dan Rp 210 Miliar
“Namun, yang mencuat di publik seperti ada pihak yang merasakan keuntungan sebesar Rp271 triliun tersebut,” ujar Harvey saat membacakan pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Ia juga mengkritik auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang, menurutnya, hanya menggunakan satu tabel Microsoft Excel dari staf PT Timah Tbk. sebagai acuan dalam audit khusus kasus ini. Data tersebut digunakan untuk menyimpulkan bahwa harga kerja sama smelter terlalu tinggi, yang berujung pada penetapan 24 tersangka.
“Dari sisi teknologi, juga hanya memakai software gratisan dengan ketepatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun, hasilnya keluar angka kerugian negara terbesar sepanjang Republik Indonesia ini berdiri,” jelasnya.
Sandra Dewi Korban Pencitraan
Dalam pleidoinya, ia menyatakan bahwa istrinya, Sandra Dewi, menjadi korban pencitraan dan kehilangan nama baik akibat kasus ini. Rekening dan aset pribadi Sandra, hasil dari kariernya sebagai artis, turut disita. Meski memiliki akses untuk membela diri di depan publik, Sandra memilih diam dan tetap mendukung suaminya di tengah kesulitan.
“Dia sebetulnya punya akses langsung berbicara ke publik untuk melawan, tetapi dia memilih untuk diam,” kata Harvey.
Ia juga menyampaikan rasa terima kasih kepada istrinya dan mengungkapkan keyakinannya bahwa mereka akan melewati masa sulit ini.
“Kamu tidak pernah pernah mengeluh, tidak pernah menyalahkan keadaan, bahkan menjadi pilar penyangga keluarga kita,” ungkapnya.
Baca juga: KPK Geledah Ruang Gubernur BI: Bongkar Dugaan Korupsi Dana CSR
Ia juga menyampaikan pesan emosional kepada kedua anaknya, Raphael dan Mikhael Moeis, agar tidak mempercayai tuduhan yang diarahkan padanya. “Papa bukan koruptor. Tuhan, sejarah, dan waktu akan membuktikan kebenaran,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Di tengah proses hukum, Harvey berharap keluarganya tetap tabah. “Masa susah pasti akan berlalu, tinggal menunggu masa senang datang lagi,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Jaksa Penuntut Umum menuntut Harvey dengan hukuman penjara 12 tahun, denda Rp1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar. Jika tidak mampu membayar uang pengganti, Harvey akan menjalani hukuman tambahan enam tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada saudara Harvey Moeis selama 12 tahun,” kata jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, 9 Desember lalu.
JPU juga menuntut agar hakim menghukum untuk membayar denda sejumlah Rp 1 miliar. Apabila ia tidak dapat membayar, diganti pidana penjara selama satu tahun.
“Menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp 210 miliar,” kata Jaksa. Jika ia tak bisa membayar pidana tambahan tersebut, harta bendanya akan disita. Apabila masih kurang, akan dipidana selama 6 tahun.
Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp300 triliun akibat aktivitas pertambangan liar di wilayah izin usaha PT Timah Tbk. Peran Harvey sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dinilai berkontribusi besar terhadap pelanggaran hukum tersebut.