FYPMEDIA.ID – Peringatan Darurat dengan simbol Burung Garuda berlatar belakang biru kembali menjadi sorotan dan menyebar luas di berbagai kanal media sosial.
Sebelumnya, gerakan ini pertama kali muncul sebagai respons atas rapat pembahasan terkait revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Dalam pandangan sejumlah pihak, revisi tersebut dianggap lebih mengutamakan kepentingan kelompok tertentu daripada kepentingan rakyat banyak.
Namun, akhir-akhir ini simbol tersebut kembali digunakan untuk mengkritik langkah pemerintah yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Baca juga: Pemerintah Tetap Naikkan PPN Jadi 12% Pada 2025, Ini Alasan dan Dampaknya!
Kebijakan ini dinilai menambah beban masyarakat, khususnya di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Sejumlah organisasi dan tokoh publik turut menyuarakan penolakan terhadap kebijakan ini. Di antaranya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang dikenal vokal dalam isu-isu keadilan sosial, serta beberapa politisi yang menyatakan ketidaksetujuannya atas kebijakan tersebut.
Mereka menganggap bahwa kenaikan PPN ini tidak hanya menambah tekanan ekonomi pada masyarakat, tetapi juga mencerminkan keputusan yang kurang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Rencana peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini direncanakan mulai berlaku pada awal tahun depan. Banyak pihak menilai bahwa kebijakan ini akan memperberat beban ekonomi, khususnya bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Dalam situasi global yang masih menghadapi tekanan inflasi, kekhawatiran muncul bahwa kebijakan ini dapat memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi di tanah air.
Baca juga: Kenaikan PPN Jadi 12% di 2025, Reformasi Perpajakan atau Ancaman Konsumsi Rumah Tangga?
Sebuah unggahan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut menyuarakan penolakan terhadap kebijakan tersebut.
Dalam postingannya, mereka menulis: “PPN 12% sih oke aja, asal pemerintahnya: 1. Tidak korupsi, 2. …” disertai gambar Burung Garuda berlatar biru yang menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan ini.
Sebagai tambahan informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa rencana kenaikan PPN menjadi 12% akan tetap dilaksanakan mulai 1 Januari 2025.
Hal ini sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan pada tahun 2021.
Baca juga: Malapetaka 2025 Tax Amnesty dan PPN 12%: Ingin Rakyat Sengsara dan Konglomerat Sejahtera
Pada saat pengesahannya, pemerintah menyatakan bahwa keputusan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi kesehatan negara dan kebutuhan masyarakat yang terdampak oleh pandemi COVID-19.
Meski demikian, kebijakan ini tetap menuai kritik dari berbagai pihak karena dianggap belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan rakyat banyak.
“Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok,” kata Sri Mulyani.