FYPMedia. ID – Hingga Kamis (10/4/2025), proses evakuasi terhadap 11 pekerja tambang emas yang menjadi korban pembantaian oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, masih belum dapat dilaksanakan. Situasi di lapangan yang sangat sulit, ditambah dengan masih dikuasainya lokasi oleh kelompok bersenjata, menjadi penghambat utama evakuasi para korban.
“Masih proses (evakuasi) menuju lokasi karena medan sangat berat. KKB juga masih menguasai lokasi 11 korban meninggal,” ujar Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz 2025, Kombes Yusuf Sutejo.
Menurut Yusuf, medan menuju lokasi kejadian sangat ekstrem, dengan jalur darat yang tidak hanya jauh tetapi juga berbahaya. Jalan yang harus dilalui melintasi wilayah pegunungan dengan kondisi alam yang sulit dijangkau, apalagi dalam situasi keamanan yang tidak kondusif. Oleh karena itu, tim evakuasi gabungan dari TNI-Polri saat ini sedang mempertimbangkan opsi untuk menggunakan jalur udara agar proses evakuasi bisa dipercepat dan menghindari risiko serangan lanjutan dari KKB.
Medan Sulit, Jalur Udara Jadi Pilihan
Kombes Yusuf menjelaskan bahwa untuk menembus lokasi kejadian melalui jalur darat bisa memakan waktu hingga belasan jam, dengan risiko tinggi terhadap keselamatan personel. “Pilihan paling memungkinkan adalah jalur udara, namun itu pun tergantung pada cuaca dan pengamanan di sekitar lokasi. Jika KKB masih aktif di wilayah tersebut, pesawat atau helikopter juga berisiko menjadi sasaran,” tambahnya.
Satuan Tugas Operasi Damai Cartenz terus berkoordinasi dengan satuan udara dan otoritas sipil terkait untuk memetakan jalur aman. Pengintaian udara juga dilakukan untuk mengetahui posisi pasti keberadaan KKB, sehingga proses evakuasi tidak berujung pada konfrontasi terbuka yang bisa memperburuk keadaan.
Korban Merupakan Pekerja Tambang Emas
Diketahui bahwa ke-11 korban yang tewas adalah para pekerja tambang emas yang sedang melakukan aktivitas penambangan di daerah tersebut. Belum diketahui secara pasti motif di balik serangan ini, namun serangan terhadap pekerja sipil bukan kali pertama terjadi di wilayah Papua Pegunungan, terutama oleh kelompok yang menolak keberadaan aktivitas ekonomi dan pembangunan di wilayah yang mereka anggap sebagai “wilayah perjuangan”.
Aparat keamanan menduga serangan ini sudah direncanakan dan merupakan bagian dari rangkaian aksi kekerasan yang dilakukan KKB untuk menciptakan ketakutan serta menghambat kegiatan ekonomi yang dianggap mengganggu kepentingan kelompok tersebut.
Tingkatkan Kewaspadaan dan Pengamanan
Atas insiden ini, aparat gabungan memperketat pengamanan di berbagai titik rawan di Papua Pegunungan, terutama lokasi-lokasi tambang dan jalur distribusi logistik. Pos keamanan tambahan sedang dipersiapkan di sejumlah lokasi yang dianggap strategis untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Mathius Fakhiri, dalam keterangannya sebelumnya, menyebutkan bahwa pihaknya telah memetakan daerah-daerah yang rawan konflik dan menempatkan personel secara strategis. Namun demikian, luasnya wilayah dan keterbatasan akses menjadi tantangan utama.
“Papua bukan hanya soal konflik, tapi juga soal medan yang sulit dan keterbatasan infrastruktur. Itu membuat penanganan konflik tidak bisa disamakan dengan wilayah lain di Indonesia,” ujar Irjen Fakhiri beberapa waktu lalu.
Desakan dari Keluarga dan Pemerintah Daerah
Sementara itu, pihak keluarga korban mendesak agar proses evakuasi segera dilakukan. Mereka berharap jenazah para korban bisa segera dibawa ke rumah duka untuk dimakamkan secara layak. Beberapa anggota keluarga bahkan rela datang ke kantor kepolisian setempat untuk meminta informasi langsung terkait perkembangan terbaru di lapangan.
Pemerintah daerah setempat pun ikut turun tangan. Bupati Yahukimo menyatakan keprihatinannya atas kejadian ini dan meminta pemerintah pusat untuk memberikan perhatian serius terhadap masalah keamanan di wilayah Papua Pegunungan.
“Kami tidak ingin kejadian semacam ini terus berulang. Warga kami bekerja untuk menghidupi keluarganya, mereka bukan bagian dari konflik. Negara harus hadir sepenuhnya di Papua,” kata Bupati dalam pernyataan tertulisnya.
Konflik Bersenjata di Papua Masih Jadi Tantangan Nasional
Konflik bersenjata yang terjadi di Papua, khususnya yang melibatkan kelompok separatis dan aparat negara, telah berlangsung selama bertahun-tahun. Meski berbagai upaya dialog dan pendekatan kesejahteraan telah dilakukan, insiden kekerasan seperti yang terjadi di Yahukimo membuktikan bahwa akar persoalan belum sepenuhnya terselesaikan.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) kembali menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan konflik di Papua dengan pendekatan yang menyeluruh—meliputi keamanan, pembangunan, dan dialog sosial budaya.
Namun di sisi lain, kelompok-kelompok bersenjata di Papua tampaknya masih terus melakukan perlawanan dengan cara-cara kekerasan, termasuk menyasar warga sipil dan infrastruktur publik. Situasi ini menempatkan masyarakat sipil di tengah ketegangan yang terus berlangsung.
Harapan Akan Pemulihan Keamanan
Evakuasi 11 korban pembantaian di Yahukimo menjadi ujian besar bagi aparat keamanan dan pemerintah dalam merespons situasi darurat di wilayah konflik. Diharapkan, proses evakuasi bisa segera dilakukan dengan aman dan lancar, serta diikuti oleh langkah-langkah strategis untuk menciptakan stabilitas di wilayah yang selama ini menjadi titik panas konflik bersenjata di Indonesia.