FYP Media.ID – Kabar baik datang dari Badan Pusat Statistik (BPS). Indonesia mencatat nilai ekspor sebesar USD 23,25 miliar pada Maret 2025. Angka ini meningkat 5,95% dibandingkan Februari 2025. Sebuah sinyal positif di tengah berbagai tekanan global, mulai dari geopolitik hingga fluktuasi nilai tukar rupiah.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, lonjakan ini sebagian besar didorong oleh naiknya ekspor komoditas unggulan nonmigas. “Komoditas yang mendorong kenaikan ekspor bulan Maret ini adalah bijih logam, kerak dan abu (HS26), besi dan baja (HS72), serta mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya (HS85),” ungkap Amalia dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).
Migas Meroket Hampir 30%
Ekspor migas juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada Maret 2025, nilainya mencapai USD 1,45 miliar, atau naik 28,81% dari bulan sebelumnya. Kenaikan ini utamanya ditopang oleh ekspor hasil minyak yang menyumbang andil sebesar 1,18%.
Sementara itu, ekspor nonmigas yang selalu menjadi tulang punggung ekspor Indonesia juga naik 4,71% menjadi USD 21,80 miliar.
Kenaikan ini menjadi penanda bahwa meskipun ada tantangan global dan ketidakpastian pasar, produk ekspor Indonesia masih cukup kompetitif.
Ekspor Nonmigas Tetap Jadi Andalan
Kalau dilihat lebih dalam, ekspor nonmigas menurut sektor pada Maret 2025 terdiri dari:
-
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan: USD 0,57 miliar
-
Sektor pertambangan dan lainnya: USD 3,07 miliar
-
Sektor industri pengolahan: USD 18,16 miliar
Baca Juga: Rupiah Menguat ke Rp 16.787 Per Dollar AS, Pengecualian Tarif Trump Pemicunya
Secara tahunan, sektor industri pengolahan bahkan naik 9% dan memberikan andil ekspor hingga 6,65%. Sektor ini jelas menjadi andalan utama ekspor nonmigas Indonesia.
Namun, tidak semua sektor bernasib sama. Sektor pertambangan justru mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Maret tahun lalu.
Dari Lemak hingga Nikel: Komoditas Unggulan RI
Kalau berbicara ekspor tahunan (year-on-year/YoY), ekspor Indonesia pada Maret 2025 naik 3,16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan ini juga datang dari berbagai komoditas unggulan nonmigas, seperti:
-
Lemak dan minyak hewani/nabati (HS15)
-
Nikel dan barang daripadanya (HS75)
-
Mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85)
Artinya, RI tidak hanya mengandalkan komoditas mentah, tapi juga mulai menunjukkan penguatan di sektor manufaktur dan teknologi.
Sinyal dari Februari: Surplus Mulai Tergerus
Sebelumnya, pada Februari 2025, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan yang lebih rendah, hanya USD 0,38 miliar. Menurut Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, penyebab utama dari penurunan ini adalah pertumbuhan impor yang lebih cepat dibanding ekspor.
“Permintaan barang impor meningkat seiring Ramadan dan Lebaran, terutama untuk barang jadi,” jelas Huda.
Selain itu, ketegangan tarif impor global juga membuat ekspor Indonesia tertekan. Tapi di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah justru jadi berkah terselubung. Barang-barang dari Indonesia jadi relatif lebih murah di pasar global, yang kemudian mendongkrak permintaan.
Huda juga menyebutkan, salah satu komoditas yang mulai pulih dan menopang ekspor adalah kopi. Produksi dan permintaan global yang membaik membuat ekspor kopi kembali naik.
Tambang Lesu, Sawit Bersinar
Ekonom dan Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menyoroti bahwa penurunan surplus pada Februari juga berkaitan dengan lesunya sektor pertambangan. Ia menyebut ekspor batu bara anjlok 18,3% dalam setahun terakhir.
“Ekspor suku cadang kendaraan bermotor juga kurang bergairah, hanya tumbuh 6,9%,” kata Bhima. Namun, sisi positif datang dari sektor pertanian, terutama kelapa sawit yang melonjak 71,5%. Kontribusi sektor ini terhadap ekspor meningkat hingga 52%.
Kinerja sawit dan sektor pertanian memperlihatkan bahwa diversifikasi ekspor tetap penting. Ketergantungan pada batu bara bisa menjadi risiko jika harga komoditas global jatuh atau terjadi pembatasan dari negara tujuan ekspor.
Baca Juga: Top 3:Tanda Krisis Ekonomi Mulai Terlihat, Rupiah Terpuruk hingga Emas Anjlok
Meskipun tantangan masih ada—mulai dari pelemahan nilai tukar, ketidakpastian geopolitik, hingga fluktuasi harga komoditas—data ekspor Maret 2025 memberi harapan.
Ekspor Indonesia masih tumbuh, bahkan ditopang oleh sektor-sektor strategis yang punya nilai tambah tinggi seperti industri pengolahan, mesin, dan elektronik. Ini menunjukkan ada pergeseran positif dari ekspor komoditas mentah ke produk bernilai tambah.
Ke depan, peluang peningkatan ekspor masih terbuka, terutama jika pemerintah mampu menjaga iklim investasi, meningkatkan efisiensi logistik, dan memperluas akses pasar ke negara-negara non-tradisional.
Ekspor Indonesia di Maret 2025 menunjukkan tren positif dengan nilai mencapai USD 23,25 miliar. Sektor industri pengolahan dan komoditas unggulan seperti logam, mesin, dan sawit menjadi motor penggerak. Walau sektor tambang masih lesu, sinyal pemulihan ekonomi global dan penguatan sektor industri dalam negeri memberi harapan bahwa kinerja ekspor bisa terus dipertahankan—bahkan ditingkatkan—ke depannya.