Dokter Kandungan di Garut Akui Lec*hkan 4 Pasien, Polisi Terus Kembangkan Kasus

Dokter Kandungan di Garut Akui Lec*hkan 4 Pasien, Polisi Terus Kembangkan Kasus

FYPMedia. ID – Dunia medis kembali tercoreng akibat ulah salah satu oknum dokter kandungan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. M. Syafril Firdaus, atau yang dikenal sebagai Dokter Iril, mengakui telah melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap pasiennya. Pengakuan tersebut disampaikan langsung kepada pihak kepolisian dan kini tengah ditindaklanjuti dengan penyelidikan lebih lanjut.

Menurut keterangan resmi dari Kapolres Garut, AKBP M. Fajar Gemilang, pelaku mengaku sudah melakukan pelecehan terhadap empat pasien yang berbeda. Tindakan tersebut dilakukan dalam situasi pemeriksaan medis, di mana korban berada dalam kondisi yang sangat rentan dan mempercayakan keselamatan serta privasinya kepada dokter.

“Pengakuannya sudah melakukan tindakan tersebut sebanyak 4 kali,” ujar AKBP Fajar saat dikonfirmasi oleh media, seperti dilansir detikJabar, Kamis (17/4/2025).

Namun demikian, polisi belum berhenti pada pengakuan itu saja. Proses penyelidikan masih terus berlangsung karena ada indikasi kuat bahwa jumlah korban sebenarnya bisa lebih dari empat orang. Kepolisian membuka peluang bagi para korban lain untuk melapor, guna memastikan keadilan ditegakkan secara menyeluruh.

Modus Pelaku dan Situasi Pemeriksaan yang Dimanfaatkan

Dalam sejumlah kasus kekerasan seksual oleh tenaga medis, sering kali pelaku memanfaatkan ketidaktahuan pasien terhadap prosedur pemeriksaan serta minimnya pengawasan pihak ketiga. Belum ada informasi rinci yang disampaikan polisi soal bagaimana modus yang digunakan oleh Dokter Iril, namun kuat dugaan bahwa pelaku memanfaatkan momen pemeriksaan dalam ruangan tertutup sebagai celah untuk melakukan aksi bejatnya.

Tindakan ini tidak hanya mencoreng profesi dokter, tapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi layanan kesehatan. Apalagi, sebagai dokter kandungan, pelaku seharusnya memiliki kode etik profesional yang sangat ketat terkait privasi dan keamanan pasien, khususnya perempuan.

Respons Pihak Kepolisian dan Potensi Penambahan Korban

Kapolres Garut menegaskan bahwa pihaknya sangat serius menangani kasus ini. Polisi telah mengamankan pelaku dan akan melakukan pendalaman lebih lanjut untuk menggali potensi korban lain yang mungkin belum berani melapor. Tim penyidik juga disebut sedang memeriksa rekam medis, laporan pasien, serta bukti pendukung lain yang bisa memperkuat sangkaan terhadap pelaku.

“Kami tidak menutup kemungkinan ada korban lainnya. Saat ini tim masih mendalami laporan-laporan yang masuk dan terus mengumpulkan keterangan,” tambah AKBP Fajar.

Polisi juga mendorong masyarakat untuk tidak takut melapor apabila pernah menjadi korban tindakan serupa oleh pelaku, atau memiliki informasi yang bisa membantu proses penyelidikan. Semua laporan akan ditangani secara profesional dan dijamin kerahasiaannya.

Reaksi Masyarakat: Marah dan Prihatin

Kasus ini langsung menyita perhatian publik, terutama di media sosial. Nama Dokter Iril mendadak menjadi trending di berbagai platform, mulai dari X (Twitter), Instagram, hingga grup-grup percakapan lokal. Banyak warga yang menyatakan kemarahan dan ketidakpercayaan mereka terhadap tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh tenaga medis.

Sebagian netizen juga menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap proses pemeriksaan pasien, termasuk adanya pendamping selama pemeriksaan, terutama bagi pasien perempuan. Ada pula yang meminta agar lembaga profesi kedokteran turut turun tangan memberi sanksi etik kepada pelaku, di samping proses hukum yang sedang berjalan.

Refleksi Profesi dan Pentingnya Sistem Pengawasan

Kasus ini menambah panjang daftar kasus pelecehan seksual oleh oknum tenaga medis di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus serupa juga muncul di berbagai daerah. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan internal di banyak fasilitas layanan kesehatan masih lemah, terutama dalam memastikan kenyamanan dan keamanan pasien selama pemeriksaan.

Pakar etika kedokteran menilai, kejadian seperti ini semestinya menjadi alarm keras bagi seluruh institusi kesehatan untuk memperketat standar pelayanan, mulai dari tata cara pemeriksaan, kehadiran pendamping (chaperone), hingga pelatihan rutin soal etika profesi. Tanpa sistem pengawasan yang ketat, risiko terjadinya penyalahgunaan posisi oleh oknum dokter akan tetap ada.

Ajakan untuk Berani Bersuarakan Kasus Kekerasan Seksual

Kepolisian dan aktivis perlindungan perempuan sepakat bahwa kunci untuk mengungkap kasus seperti ini adalah keberanian para korban untuk bersuara. Namun tak bisa dipungkiri bahwa korban pelecehan seksual kerap merasa takut, malu, atau tidak percaya diri untuk melapor. Oleh karena itu, diperlukan lingkungan yang aman dan mendukung bagi korban, baik dari sisi hukum, psikologis, maupun sosial.

Lembaga pendamping hukum dan psikologis di Garut juga sudah mulai membuka jalur komunikasi bagi korban yang ingin melapor atau hanya sekadar mencari dukungan. Hal ini dilakukan demi memastikan bahwa proses pemulihan korban berjalan seimbang dengan proses penegakan hukum.

Penutup

Kasus pelecehan seksual oleh Dokter Iril menjadi pengingat penting bahwa kepercayaan publik terhadap dunia medis harus dijaga dengan integritas dan pengawasan. Diperlukan langkah serius, baik dari penegak hukum, institusi medis, maupun masyarakat luas, untuk memastikan tidak ada lagi ruang bagi pelaku kekerasan seksual di bidang layanan kesehatan.

Polisi mengajak siapa pun yang memiliki informasi atau menjadi korban untuk melapor dan memastikan bahwa pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.