FYPMedia.ID- Bicara soal pendidikan di Indonesia, pembahasannya seakan tak pernah ada habisnya. Salah satu isu utama yang selalu menjadi sorotan adalah kurangnya tenaga pengajar, terutama untuk bidang-bidang tertentu seperti guru agama, guru olahraga, dan guru kelas.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti, mengungkapkan bahwa masalah ini bukan sekadar soal jumlah guru, melainkan juga soal distribusi yang tidak merata.
“Kami juga mendapatkan data di mana guru bidang tertentu juga masih sangat kurang, termasuk guru olahraga, kemudian guru agama dan juga guru kelas, tapi memang problemnya adalah pada distribusi,” kata Prof. Mu’ti saat ditemui di Jakarta Selatan.
Data Kekurangan Guru di Indonesia
Menurut data tahun 2024, jumlah guru di Indonesia tercatat sebanyak 3.382.200 orang, meningkat 0.09% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, peningkatan ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Indonesia masih kekurangan sekitar 1.39 juta guru.
Baca juga: Mendikdasmen Dorong Guru untuk Berinovasi dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, kekurangan ini paling terasa di daerah-daerah terpencil.
Sebagian besar guru hanya berfokus di daerah perkotaan, sedangkan di wilayah pelosok, anak-anak sering kali belajar dengan guru yang harus mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus.
Penyebab Distribusi Tidak Merata
Distribusi guru yang tidak merata dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah keengganan guru untuk ditempatkan di daerah-daerah terpencil.
Fasilitas yang minim, kurangnya akses transportasi, serta rendahnya insentif menjadi alasan utama mengapa guru lebih memilih untuk mengajar di kota-kota besar.
Selain itu, gaji yang kecil juga menjadi faktor signifikan yang membuat profesi guru kurang diminati, terutama di daerah terpencil. Banyak guru honorer yang hanya menerima gaji jauh di bawah upah minimum, bahkan ada yang hanya mendapatkan honor sekitar Rp300.000 hingga Rp500.000 per bulan.
Situasi ini membuat profesi guru kurang menarik bagi generasi muda, terutama bagi mereka yang mencari stabilitas ekonomi.
Selain itu, birokrasi yang berbelit-belit dalam proses penempatan guru juga menjadi kendala.
Upaya Pemerintah
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengambil beberapa langkah. Salah satunya adalah melalui program Guru Penggerak dan rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Program Guru Penggerak bertujuan untuk mencetak guru-guru berkualitas yang siap mengajar di daerah-daerah terpencil.
Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan insentif bagi guru yang bersedia ditempatkan di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Meski demikian, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai tantangan. “Masih perlu pengawasan yang lebih ketat agar insentif benar-benar sampai kepada para guru di lapangan,” jelas Prof. Mu’ti.
Langkah lain yang juga penting adalah memperbaiki sistem penggajian guru, terutama bagi tenaga honorer. Kenaikan gaji dan pemberian insentif tambahan dinilai bisa menjadi solusi untuk menarik minat lebih banyak orang menjadi guru dan meningkatkan motivasi guru yang sudah ada.
Dampak Kekurangan Guru
Kekurangan tenaga guru memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas pendidikan. Di beberapa daerah, satu guru harus mengajar hingga tiga kelas sekaligus, yang tentunya berdampak pada efektivitas pembelajaran.
Anak-anak tidak mendapatkan perhatian yang cukup, dan kurikulum pun sulit untuk dilaksanakan dengan optimal.
Tidak hanya itu, minimnya guru untuk mata pelajaran tertentu seperti agama dan olahraga juga mengurangi keberagaman kompetensi yang seharusnya diajarkan di sekolah.
Padahal, pendidikan agama penting untuk membentuk karakter siswa, sedangkan olahraga berperan dalam menjaga kesehatan dan kebugaran fisik anak-anak.
Krisis guru adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian kita semua. Bukan hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat, sekolah, dan setiap individu memiliki peran penting dalam mengatasi masalah ini.
Mari kita bersama-sama mencari solusi kreatif dan berkelanjutan untuk memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak.