5 Fakta Terkait Penangkapan Buron Korupsi e-KTP Paulus Tannos di Singapura

buron e-ktp
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan lima foto Daftar Pencarian Orang (DPO) yang terjerat kasus korupsi pada Selasa (17/12/2024).(KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari)

FYPMedia.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini berhasil menangkap buronan kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, yang telah menjadi daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

Penangkapan yang berlangsung di Singapura ini membuka babak baru dalam upaya menuntaskan salah satu kasus korupsi terbesar yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. 

Berikut ini adalah 5 fakta penting yang perlu diketahui tentang penangkapan Paulus Tannos.

  • Paulus Tannos Ditangkap di Singapura

KPK akhirnya berhasil menangkap Paulus Tannos yang berstatus buron pada Jumat, 24 Januari 2025, di Singapura. 

Menurut Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, “Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Tannos saat ini sedang menjalani proses ekstradisi untuk dibawa kembali ke Indonesia. KPK, bersama Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum, tengah melengkapi syarat ekstradisi agar ia bisa segera dihadapkan pada persidangan di tanah air.

Baca juga: Prabowo Subianto Tegaskan Komitmen Hukum: Fokus Penanganan Korupsi dan Perizinan Ilegal

  • Proses Ekstradisi yang Masih Berlangsung

Proses ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura masih berlangsung. KPK berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan prosedur berjalan lancar. 

“Masih di Singapura, KPK sedang berkoordinasi dengan melengkapi syarat-syarat dapat mengekstradisi yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dikutip dari Tribunnews, Jumat (24/1/2025).

Ekstradisi ini menjadi penting karena telah ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang disepakati pada 25 Januari 2022. 

Perjanjian ini memberikan kesempatan bagi aparat penegak hukum Indonesia untuk mempercepat proses hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi, narkotika, dan terorisme yang melarikan diri ke Singapura.

Baca juga: Arab Saudi Janjikan Investasi Rp9.750 Triliun di AS dengan Dampak Global Besar

  • Identitas Tannos yang Terselubung

Sebelum penangkapannya, KPK menghadapi kesulitan dalam memulangkan Tannos. Salah satu kendala utama adalah perubahan identitasnya. 

Tannos diketahui mengganti nama dan menggunakan paspor negara lain, salah satunya paspor dari Afrika Selatan. 

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa, “Untuk Paulus Tannos memang berubah nama karena kami, saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima, kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika [Selatan] dan namanya sudah lain bukan nama Paulus Tannos,” kata Asep, mengutip cnnindonesia.com.

“Walaupun kita menunjukkan pada kepolisian di negara tersebut karena kita kerja sama police to police dan didampingi Hubinter kita tunjukkan fotonya sama, ‘Mister, ini fotonya sama’. Tapi, pada kenyataannya saat dilihat di dokumennya itu beda namanya,” imbuhnya. 

Dikutip dari Kompas.com, Dalam proses pelariannya, Asep menjelaskan, Paulus sempat berupaya mencabut kewarganegaraan Indonesia.

“Rencananya dia mau mencabut yang di sini (Indonesia, red). Sudah ada upaya untuk mencabut tapi paspornya sudah mati. Rencananya yang Indonesia, tapi yang dia gunakan untuk melintas paspor dari negara yang Afrika (Selatan, red),” jelas Asep menegaskan status kewarganegaraan Paulus. 

Baca juga: Modus Penipuan Deepfake Prabowo Hasilkan Kerugian Rp30 Juta, Polisi Ungkap Kasusnya

  • Peran Paulus Tannos dalam Skandal e-KTP

Paulus Tannos merupakan salah satu aktor utama dalam skandal korupsi e-KTP yang berlangsung antara 2011 hingga 2013. 

Sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Tannos bertanggung jawab atas pencetakan e-KTP yang seharusnya digunakan untuk mengidentifikasi warga negara Indonesia secara elektronik. 

Namun, proyek tersebut malah menjadi ajang korupsi besar. Tannos bersama tiga tersangka lainnya, yaitu Isnu Edhi Wijaya, Miryam S. Haryani, dan Husni Fahmi, diduga merugikan negara dengan nominal yang sangat besar.

  • Pengaruh Kasus Korupsi e-KTP

Kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Paulus Tannos mencuri perhatian karena kerugian negara yang sangat besar. 

Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,3 triliun. PT Sandipala Arthaputra, yang dimiliki oleh Tannos, mendapat bagian besar dari proyek ini, mencetak sekitar 51 juta blanko e-KTP. 

Menurut keterangan dari mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala, Fajri Agus Setiawan, perusahaan ini menerima keuntungan sekitar Rp140 miliar dari proyek tersebut. 

“Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen,” ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017), mengutip Kompas.com.

(Oda/Evly)