FYPMedia.ID – Baru-baru ini, publik diramaikan dengan kabar bahwa karyawan Badan BPJS (Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan menggunakan asuransi swasta untuk kebutuhan berobat.
Hal ini memicu perdebatan di media sosial, dengan banyak pihak mempertanyakan mengapa pegawai institusi yang mengelola jaminan kesehatan nasional (JKN) ini memilih opsi asuransi tambahan.
Pegawai BPJS dan Jaminan Kesehatan Nasional
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyatakan bahwa penggunaan asuransi swasta sebagai top-up tidak melanggar aturan.
“Nah jadi tentunya mereka itu punya kepesertaan basic-nya BPJS Kesehatan, program JKN. Tetapi mereka di-top-up, jadi asuransi swasta itu bisa bekerja sama dengan perusahaan untuk melindungi para pekerjanya di kesehatan ya,” ujarnya pada Rabu (8/1/2025).
Pegawai BPJS Kesehatan pada dasarnya sudah menjadi peserta aktif JKN, dengan iuran yang dibayarkan oleh kantor sebesar 4% dan potongan gaji 1%.
Namun, mereka juga diberi kebebasan untuk meningkatkan manfaat jaminan kesehatan dengan asuransi tambahan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Baca juga: Drama Harvey Moeis Belum Usai, Kini Viral soal Status PBI BPJS Kesehatan
Asuransi Swasta sebagai Pelengkap
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa sejak tahun 2014, seluruh pegawai BPJS terdaftar di JKN.
“Sejak 2014 sampai dengan saat ini, seluruh pegawai BPJS Kesehatan terdaftar sebagai peserta JKN aktif yang iurannya dibayarkan 4 persen oleh pemberi kerja (BPJS Kesehatan) dan 1 persen dipotong dari gaji/upah pegawai,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (7/1).
Meski demikian, asuransi swasta sering digunakan untuk menutupi kekurangan layanan, terutama bagi mereka yang membutuhkan fasilitas kelas 1 atau VIP.
“Nah jadi tentunya mereka itu punya kepesertaan basic-nya BPJS Kesehatan, program BKN. Tetapi mereka di-top-up, jadi asuransi swasta itu bisa bekerja sama dengan perusahaan untuk melindungi para pekerjanya di kesehatan ya,” ujar Timboel saat berbincang dengan iNew.id, Rabu (8/1/2025).
Namun, penting untuk dicatat bahwa biaya tambahan asuransi swasta ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pegawai.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menegaskan, “Untuk asuransi tambahan boleh 1, 2, atau lebih dan dibayar oleh masing-masing pegawai.”
Kritik dari Publik
Kabar ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk seorang dokter gigi, drg Mirza, yang membagikan pendapatnya melalui media sosial.
Ia menyebut situasi ini kontradiktif dengan misi BPJS Kesehatan. “Masa kerja di perusahaan asuransi kesehatan tapi pakainya asuransi lain?” tanyanya dalam unggahannya.
Mirza juga menyoroti kenaikan iuran yang dirasakan masyarakat, sementara karyawan BPJS mendapatkan fasilitas tambahan melalui asuransi swasta.
“Pantesan naik terus dong ya iuran yang harus kami bayar,” tambahnya.
Baca juga: Pengobatan Korban Kecelakaan Ditanggung BPJS Kesehatan: Ketahui Syarat dan Ketentuannya
Pelayanan Pasien dan Masalah Administrasi
Kontroversi ini semakin panas dengan laporan tentang pelayanan kurang memuaskan yang dialami pasien JKN.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah Irmawati, pasien kanker payudara di Jeneponto, Sulawesi Selatan, yang dipulangkan meskipun kondisinya belum pulih.
Klaim BPJS yang sudah mencapai Rp11 juta disebut menjadi alasan rumah sakit meminta pasien untuk pulang sementara.
“Itu kan kondisinya tidak memungkinkan untuk dipulangkan karena kondisinya lemah sekali,” kata Rahma, keluarga pasien.
Kasus ini akhirnya mendapat perhatian Pj Bupati Jeneponto, Junaedi Bakri, yang langsung merujuk Irmawati ke RS Bhayangkara Makassar.
Apa yang Harus Dilakukan?
Sebagai institusi yang menjadi tulang punggung jaminan kesehatan nasional, BPJS Kesehatan perlu meningkatkan transparansi dan kualitas layanan.
Penggunaan asuransi swasta oleh pegawai seharusnya tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Selain itu, peningkatan layanan bagi peserta JKN menjadi langkah penting agar program ini dapat benar-benar menjadi solusi kesehatan masyarakat.
Sebagaimana diungkapkan Junaedi Bakri, “Tolong dilayani dengan cepat. Layani saja dulu, jangan dulu tanya KTP, KK, BPJS, itu persoalan belakangan.”
(Oda/Ryz)
.