Anemia Dialami 23,9% Balita hingga Remaja di Indonesia, Ini Dampaknya pada Tubuh.

anemia
sumber foto: canva

FYPMedia.ID – Anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Indonesia. Berdasarkan data, prevalensi penyakit ini lebih tinggi pada perempuan (23,9%) dibanding laki-laki (18,4%). Selain itu, kasusnya lebih sering ditemukan di daerah perdesaan (22,8%) dibandingkan perkotaan (20,6%). 

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi anemia pada balita hingga remaja mencapai angka yang mengkhawatirkan, yakni 23,8% pada usia 0-4 tahun, 15,3% pada usia 5-14 tahun, dan 15,5% pada usia 15-24 tahun.

Penyebab dan Jenis Anemia

Penyakit ini terjadi ketika kadar hemoglobin (Hb) atau jumlah sel darah merah dalam tubuh berada di bawah normal, sehingga pasokan oksigen ke jaringan tubuh terganggu. Penyebab anemia bervariasi, mulai dari kekurangan zat besi, vitamin B12, dan asam folat, hingga faktor genetik dan penyakit kronis.

Baca juga: Hati-Hati, Antibiotik Tanpa Resep Dokter Bisa Picu Resistensi dan Kerusakan Organ

Beberapa jenis yang umum terjadi meliputi:

  1. Anemia Defisiensi Zat Besi, jenis paling umum yang disebabkan oleh kekurangan zat besi dalam tubuh.
  2. Anemia Defisiensi Vitamin B12 dan Asam Folat, yang memengaruhi pembentukan sel darah merah.
  3. Anemia Hemolitik, akibat penghancuran sel darah merah lebih cepat daripada pembentukannya.
  4. Anemia Aplastik, kondisi di mana sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah yang cukup.
  5. Anemia Kronis, sering terjadi pada penderita penyakit ginjal, kanker, atau penyakit autoimun.
  6. Anemia Sickle Cell dan Thalasemia, yang disebabkan oleh faktor genetik.

Dampaknya

Penyakit ini dapat memengaruhi semua kelompok usia dengan gejala seperti lemah, letih, lesu, kulit pucat, dan gangguan kognitif.

Pada orang dewasa, penyakit ini dapat menyebabkan: 

  1. Kelelahan kronis: Tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen, menyebabkan kelelahan berkepanjangan yang memengaruhi aktivitas sehari-hari.
  2. Masalah kardiovaskular: Kerja jantung menjadi lebih keras, meningkatkan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung koroner.
  3. Gangguan kognitif: Penurunan fungsi konsentrasi, memori, dan kemampuan pemecahan masalah, memengaruhi kualitas hidup.
  4. Masalah kesehatan reproduksi pada wanita: Siklus menstruasi tidak teratur atau berat, kesulitan hamil, dan risiko kelahiran prematur atau bayi dengan berat badan rendah.
  5. Gangguan sistem pencernaan: Nafsu makan berkurang, perut kembung, mulut kering, lidah pucat, atau perdarahan gusi.

Baca juga: 5 Kombinasi Makanan yang Berbahaya bagi Kesehatan, Hindari Makan Bersamaan

Sedangkan pada remaja, akan berdampak:

  1. Pemurunan konsentrasi belajar: Kekurangan oksigen di otak menyebabkan kesulitan fokus dan daya ingat.
  2. Penurunan energi dan stamina: Mudah lelah, mengurangi kemampuan mengikuti aktivitas fisik maupun akademik.
  3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan: dapat memengaruhi pertumbuhan tinggi badan dan berat badan.

Pencegahan dan Penanganan

Pencegahannya dapat dilakukan dengan pola makan sehat yang kaya zat besi, asam folat, vitamin B12, dan vitamin C. Makanan seperti daging, sayuran hijau, susu, dan buah-buahan seperti jeruk atau stroberi dianjurkan untuk dikonsumsi.

Penanganannya tergantung pada penyebabnya. Suplemen zat besi atau transfusi darah dapat diberikan pada kasus berat, sementara anemia akibat penyakit kronis memerlukan penanganan penyakit yang mendasarinya. Untuk anak-anak dan remaja, program pemberian tablet tambah darah juga telah diterapkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit ini dan pentingnya pola makan bergizi menjadi langkah awal mencegah anemia. Mengatasinya sejak dini bukan hanya meningkatkan kualitas hidup individu, tetapi juga membantu Indonesia membangun generasi yang sehat dan produktif.