FYP Media – Sejak 28 Mei lalu, seluruh media dibanjiri tagar “All Eyes On Rafah” termasuk Instagram, TikTok, bahkan X yang hingga kini masih menjadi trending. Slogan ini muncul karena orang-orang mengunggah video Richard Peeperkorn pada Februari yang mengatakan slogan tersebut pada wartawan.
“All Eyes On Rafah” atau “Semua Mata Tertuju Pada Rafah” merupakan slogan baru sebagai bentuk kecaman dunia atas kebiadaban Israel yang menyerang kota Rafah.
Kota Rafah merupakan tempat pengungsian terakhir yang dapat dihuni oleh warga Palestina karena semua kota yang berada di Gaza sudah habis dan diklaim oleh Israel. Hal ini membuat dunia semakin geram dan akhirnya meramaikan tagar “All Eyes On Rafah”.
Berikut adalah 5 fakta yang melatarbelakangi tagar “All Eyes On Rafah” :
Genosida Selama 7 Bulan Berturut-turut
Sejak Oktober lalu, Israel tidak berhenti melakukan pembantaian di Gaza, Palestina. Lebih dari 81 ribu warga Palestina terluka dan 36 ribu meninggal akibat kebiadaban Israel. Sedangkan warga Palestina yang masih hidup diusir dari wilayahnya sendiri sehingga mereka terpaksa harus mengungsi ke tempat yang sudah ditetapkan sebagai zona aman oleh Israel.
Kebohongan Israel
Dikutip dari Voice of America pada Februari, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan, “Kami akan melakukan itu sembari menyediakan jalur aman agar populasi warga sipil bisa pergi.” Namun, pada Maret, Israel malah mengerahkan pasukan darat, laut, dan udaranya untuk kembali mengusir warga Palestina agar pindah ke tempat lain padahal Gaza sudah tidak memiliki tempat aman sama sekali. Janji Israel nyatanya hanyalah omong kosong belaka. Pada Kenyataannya, hari minggu kemarin Rafah tetap dihancurkan. Seluruh kamp yang dihuni oleh sebanyak 1,4 juta warga palestina dibakar habis-habisan.
Pembantaian Zona Aman Rafah
Satu-satunya kota yang tersisa di Gaza adalah Rafah, namun hal itu tidak membuat Israel berhenti untuk menyerang warga Palestina di kota tersebut pada Minggu (26/05). Israel meluncurkan serangan udara hingga membakar hidup-hidup warga palestina. Kementerian Kesehatan Gaza menyebutkan, sebanyak 45 pengungsi tewas yang diantaranya 23 perempuan, anak-anak, dan para lansia. Sedangkan sekitar 249 ribu warga palestina luka-luka akibat dari pembantaian ini. Hal ini membuat semakin banyaknyaknya penderitaan masyarakat Palestina.
Baca juga artikel terkait: PBB Akan Gelar Rapat Darurat Terkait Situasi di Jalur Gaza
Rumah Sakit Terakhir Hancur
Richard Peeperkorn, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan satu-satunya rumah sakit yang beroperasi di Rafah kemungkinan besar bisa ditutup apabila Israel terus melancarkan serangan ke Rafah. Sebenarnya terdapat tiga rumah sakit di Rafah, namun hanya satu yang beroperasi yaitu Rumah Sakit Youssed Al-Najar. Selama ini masyarakat Palestina sangat mengandalkan rumah sakit ini untuk mengobati para korban yang terluka, sayangnya rumah sakit tersebut dikabarkan mengalami kerusakan yang parah sehingga tidak dapat beroperasi kembali. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan meningkatkan angka kematian masyarakat Palestina karena sudah tidak ada lagi tempat untuk menangani medis yang serius.
Alibi Israel
Setelah tragedi penyerangan Rafah, Israel menyatakan bahwa serangan ke Rafah tidak disengaja, “Despite our best effort not to harm those not involved, unfortunately a tragic mistake happened last night. We are investigating the case.” kata Netanyahu. Hal ini bertentangan dengan fakta yang terjadi, bahwa Israel menyerang Rafah sebanyak dua kali. Serangan pertama dilakukan pada Minggu (26/05) dan serangan berikutnya dilakukan pada Selasa (28/05). bagaimana bisa ketidaksengajaan dilakukan berulang? Itu adalah alibi yang tidak masuk akal. Kepala Bantuan PBB, Martin Griffiths langsung mengkritik pedas alibi Netanyahu, Kata Griffiths, “What happened last night was the latest and possibly most cruel abomination.” atau “Yang terjadi tadi malam adalah kekejian terbaru dan mungkin paling kejam”.
Militer Israel telah mengkonfirmasi bahwa mereka akan terus melakukan operasi militer di wilayah Gaza, khususnya di Rafah. Sementara itu, dukungan tagar “All Eyes On Rafah” dari masyarakat pro-Palestina terus digencarkan di media sosial dan hingga kini masih menjadi trending. Dengan perhatian dunia yang tertuju pada Rafah, diharapkan tekanan internasional dapat menghentikan kekerasan ini dan membawa perdamaian serta keadilan bagi warga Palestina yang terdampak. Melalui kampanye “All Eyes On Rafah”, suara-suara dari seluruh penjuru dunia bersatu untuk mengutuk kebiadaban dan mendorong perubahan yang mendesak dan diperlukan.