FYPMedia.id – Resistensi antibiotik adalah salah satu ancaman kesehatan global paling mematikan di abad ini. Masalah ini terjadi ketika antibiotik, obat yang dirancang untuk melawan bakteri penyebab infeksi kehilangan efektivitasnya.
Kondisi ini tak hanya mempersulit penyembuhan pasien, tetapi juga berpotensi melahirkan “superbug” bakteri kebal antibiotik yang sulit diatasi.
Menurut data terbaru, resistensi antibiotik telah merenggut nyawa 700 ribu orang setiap tahunnya di seluruh dunia, dan angka tersebut diproyeksikan melonjak hingga 10 juta pada tahun 2050.
Apa itu Resistensi Antibiotik?
Resistensi antibiotik terjadi saat bakteri mampu beradaptasi untuk melawan efek antibiotik yang seharusnya membunuhnya.
Fenomena ini diperparah oleh kebiasaan penggunaan antibiotik yang tidak tepat, seperti konsumsi berlebihan tanpa resep atau tidak menyelesaikan dosis yang diresepkan dokter.
Baca juga: 7 Fakta Penting Konsumsi Telur: Kolesterol Tetap Aman dengan Cara Ini
Koordinator One Health Collaboration Center (OHCC) Universitas Udayana, Ni Nyoman Sri Budayanti, menegaskan, “Ketika antibiotik digunakan secara sembarangan, bakteri bisa menjadi kebal terhadap semua jenis antibiotik yang tersedia. Ini adalah ancaman besar yang sulit diatasi karena kurangnya inovasi antibiotik baru.”
Fakta Mengejutkan tentang Resistensi Antibiotik
- Angka Kematian Global: Sebanyak 700 ribu orang meninggal setiap tahun akibat resistensi antibiotik. Jika tidak segera diatasi, angka ini dapat meningkat menjadi 10 juta pada tahun 2050, lebih tinggi dibandingkan penyakit mematikan lainnya seperti kanker atau jantung.
- Tidak Ada Antibiotik Baru: Dalam satu dekade terakhir, tidak ada antibiotik baru yang ditemukan, sehingga mempersempit pilihan pengobatan untuk bakteri yang sudah kebal.
- Bakteri Berbahaya: Jenis bakteri seperti Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan Multi-drug-resistant Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) menjadi contoh nyata ancaman superbug yang memerlukan perhatian serius.
Dampak Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga pada sistem kesehatan global. Pasien membutuhkan perawatan lebih lama, menggunakan obat yang lebih mahal, dan memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi.
Bahkan, infeksi yang tidak tertangani dapat menyebabkan sepsis, kerusakan organ, atau kematian.
Sri Budayanti mengingatkan, “Infeksi akibat resistensi antibiotik sering tidak terdeteksi hingga parah. Oleh karena itu, pencegahan adalah kunci utama.”
Baca juga: 125 Juta Orang Derita Psoriasis Arthritis, Ini Cara Mengatasinya!
Selain ancaman kesehatan, resistensi antibiotik juga memberikan dampak ekonomi yang besar. Bank Dunia memperkirakan bahwa jika tidak ada langkah tegas untuk mengatasi masalah ini, dampaknya terhadap ekonomi global akan setara dengan krisis keuangan 2008.
Negara-negara dengan sumber daya terbatas akan mengalami tekanan yang lebih berat, karena meningkatnya biaya pengobatan dan hilangnya produktivitas akibat penyakit yang berkepanjangan.
Pencegahan: Langkah Bijak yang Harus Dilakukan
Untuk menghindari meningkatnya angka resistensi antibiotik, berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan.
- Konsumsi Antibiotik Sesuai Resep Dokter: Jangan pernah membeli antibiotik tanpa resep atau mengonsumsi antibiotik sisa orang lain.
- Edukasi Masyarakat: Program seperti Desa Bijak Antibiotik (SAJAKA) dari OHCC Universitas Udayana bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menggunakan antibiotik secara bijak.
- Perbaiki Sanitasi dan Higienitas: Langkah sederhana seperti mencuci tangan dan menjaga kebersihan lingkungan dapat membantu mencegah penyebaran infeksi.
- Imunisasi Tepat Waktu: Mencegah penyakit melalui vaksinasi adalah cara efektif mengurangi kebutuhan antibiotik.
Peran Program Edukasi Seperti SAJAKA
Melalui program SAJAKA, masyarakat diajarkan pentingnya penggunaan antibiotik secara rasional, baik untuk manusia maupun hewan ternak.
Pendekatan ini diharapkan mampu mengurangi resistensi antibiotik di tingkat desa hingga nasional.
Baca juga: Jangan Lengah! Duduk Terlalu Lama di Toilet Ternyata Berbahaya bagi Kesehatan
“Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan dalam melawan resistensi antibiotik,” ujar Sri.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), saat ini terdapat kebutuhan mendesak untuk penelitian dan pengembangan antibiotik baru. Namun, kurangnya insentif bagi industri farmasi untuk berinvestasi dalam inovasi ini memperlambat kemajuan.
WHO juga mengingatkan pentingnya penelitian yang fokus pada alternatif non-antibiotik, seperti terapi berbasis fag atau pendekatan imunomodulator, untuk mengurangi ketergantungan pada antibiotik konvensional.
Berkaitan dengan hal ini, Resistensi antibiotik bukan lagi ancaman yang bisa disepelekan. Dengan tingkat kematian yang terus meningkat, dunia menghadapi tantangan besar untuk menjaga efektivitas antibiotik.
Namun, langkah pencegahan yang tepat, seperti edukasi dan penggunaan antibiotik yang bijak, dapat menjadi tameng kuat untuk melindungi generasi mendatang.
Jangan biarkan resistensi antibiotik mengambil alih kendali. Bersama, kita bisa melawan ancaman global ini dengan tindakan sederhana namun signifikan.