FYPMedia.id – Pernahkah kamu merasakan tubuh tidak bisa bergerak saat tidur, dada terasa berat, bahkan seolah ada sosok lain di dekatmu? Fenomena ini sering disebut ketindihan.
Banyak orang mengaitkannya dengan hal mistis, padahal dalam dunia medis, kondisi tersebut dikenal sebagai sleep paralysis.
Menurut para ahli, ketindihan adalah fenomena normal yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Meski terasa menakutkan, kondisi ini bukan gangguan gaib, melainkan efek dari pola tidur yang tidak sehat atau stres berlebihan.
Apa Itu Ketindihan?
Secara medis, ketindihan adalah keadaan di mana seseorang tidak mampu bergerak atau berbicara saat berada di antara fase tidur dan bangun.
Kondisi ini biasanya berlangsung beberapa detik hingga menit, namun sensasinya bisa terasa sangat menekan.
Praktisi kesehatan tidur, dr Andreas Arman Prasadja, RPSGT, menjelaskan bahwa ketindihan sering terjadi karena kurang tidur parah.
“Kalau kita kurang tidur, kurang tidur sedemikian banyak, ya badan, otak kita akan memprioritaskan mimpi dahulu, tidur REM diprioritaskan dulu,” ungkapnya dalam acara World Sleep Congress 2025 di Singapura.
Ia menambahkan, fenomena ini adalah bagian khas dari tidur REM. Pada fase ini, otot tubuh dilumpuhkan sementara agar tidak bergerak mengikuti mimpi. Namun jika otak setengah sadar, muncullah kondisi sleep paralysis lengkap dengan halusinasi.
Baca Juga: 7 Cara Terbukti Hilangkan Kerutan Wajah Akibat Stres
Jenis-Jenis Ketindihan
Fenomena ketindihan ternyata terbagi menjadi dua jenis utama:
1. Hypnopompic Hallucinations
Jenis ini muncul saat seseorang bangun dari tidur. Otak sudah mulai sadar, tetapi tubuh masih “terjebak” dalam fase REM.
Akibatnya, penderita tidak bisa bergerak meski matanya terbuka. Seringkali muncul sensasi dada tertekan, sulit bernapas, hingga halusinasi seolah ada sosok lain.
2. Hypnagogic Hallucinations
Berbeda dengan hypnopompic, jenis ini terjadi ketika seseorang mulai tertidur. Sebagian otak masih aktif, tetapi tubuh sudah mulai lumpuh.
Akibatnya, penderita merasa sadar namun tidak bisa berbicara atau bergerak. Sensasi ini sering digambarkan seperti “terperangkap” di antara tidur dan terjaga.
Siapa Saja yang Bisa Mengalami Ketindihan?
Ketindihan bisa dialami siapa pun, baik anak-anak maupun orang dewasa. Namun, ada beberapa faktor risiko yang membuat seseorang lebih rentan, antara lain:
- Kurang tidur atau pola tidur tidak teratur
- Insomnia kronis
- Gangguan kecemasan & PTSD
- Penyalahgunaan obat-obatan
- Keluarga dengan riwayat ketindihan
- Mengalami kram kaki saat malam hari
Dalam kasus yang lebih jarang, ketindihan bisa menjadi tanda gangguan tidur serius seperti narkolepsi, yaitu kondisi di mana penderita tidak mampu tetap terjaga lebih dari 3–4 jam.
Baca Juga: 4 Fakta Tidur Lampu Mati Vs Nyala: Dampak Sehat & Bahayanya!
Mengapa Ketindihan Sering Dianggap Mistis?
Banyak budaya mengaitkan ketindihan dengan hal-hal gaib, mulai dari “diganggu makhluk halus” hingga “didatangi sosok tak kasat mata”.
Hal ini tidak lepas dari halusinasi yang kerap menyertai, misalnya mendengar suara aneh, melihat bayangan, atau merasakan tekanan di dada.
Namun menurut dr Andreas, semua itu bisa dijelaskan melalui ilmu tidur. “Setengah sadar, setengah mimpi… munculnya dalam bentuk halusinasi,”
“Ketika masuk REM sleep, tubuh kita ini dilumpuhkan, jadi setengah sadar setengah mimpi, nggak bisa gerak, serem, takut, napas rasanya berat. Artinya (ketindihan) itu kurang tidur yang parah,” tutupnya.
Dampak Psikologis Ketindihan
Meski tidak berbahaya secara fisik, sleep paralysis dapat memicu dampak psikologis serius jika terjadi berulang. Beberapa orang melaporkan:
- Rasa takut berlebihan saat hendak tidur.
- Kecemasan yang meningkat karena sering merasa “tidak berdaya”.
- Gangguan kualitas tidur, seperti insomnia atau tidur gelisah.
- Tubuh lesu sepanjang hari akibat tidur tidak pulih.
Jika kondisi ini dibiarkan, siklus stres → kurang tidur → ketindihan bisa terus berulang.
Cara Mencegah & Mengatasi Ketindihan
Kabar baiknya, fenomena ini bisa dicegah dengan perubahan gaya hidup dan kebiasaan tidur yang lebih sehat. Berikut tipsnya:
- Tidur cukup setiap malam (idealnya 7–8 jam untuk dewasa).
- Buat rutinitas tidur teratur: tidur & bangun di jam yang sama tiap hari.
- Ciptakan lingkungan tidur nyaman: kamar gelap, tenang, suhu sejuk.
- Batasi penggunaan gadget minimal 1 jam sebelum tidur.
- Olahraga teratur untuk mengurangi stres & meningkatkan kualitas tidur.
- Hindari kafein, alkohol, dan rokok menjelang tidur.
- Latih relaksasi: meditasi, pernapasan dalam, atau journaling sebelum tidur.
Baca Juga: Kurang Tidur Bisa Sebabkan Obesitas dan Penyakit Jantung? Ini Fakta Ilmiahnya
Kapan Harus ke Dokter?
Umumnya, ketindihan tidak memerlukan pengobatan medis khusus dan bisa hilang dengan sendirinya. Namun, kamu disarankan berkonsultasi dengan dokter jika:
- Mengalami ketindihan berulang & terlalu sering.
- Insomnia berat atau sulit tidur semalaman.
- Tubuh terasa lemas, mengantuk berlebihan, atau sulit konsentrasi di siang hari.
- Timbul kecemasan berlebihan hingga mengganggu aktivitas harian.
Dokter mungkin akan merekomendasikan terapi perilaku tidur, perubahan gaya hidup, hingga pemberian obat tertentu seperti antidepresan (hanya sesuai resep & pengawasan medis).
Ketindihan atau sleep paralysis adalah fenomena normal dalam siklus tidur manusia. Kondisi ini bisa menakutkan karena disertai halusinasi, tetapi penyebab utamanya jelas: kurang tidur, stres, dan pola hidup tidak sehat.
Dengan memahami sisi medisnya, kita tidak perlu lagi mengaitkan ketindihan dengan hal-hal mistis. Fokuslah pada gaya hidup sehat, tidur cukup, dan manajemen stres, maka risiko ketindihan bisa ditekan seminimal mungkin.
Ingat, tidur yang berkualitas bukan hanya kunci terhindar dari ketindihan, tetapi juga fondasi kesehatan tubuh dan mental yang lebih baik.