FYPMedia.id – Generasi Z (Gen Z), yang dikenal sebagai generasi pertama yang tumbuh dengan teknologi, mulai meninggalkan Google sebagai alat utama pencarian informasi. Mereka lebih memilih media sosial seperti TikTok dan influencer untuk mendapatkan berita dan rekomendasi.
Perubahan ini bukan hanya soal preferensi platform, melainkan juga mencerminkan cara teknologi membentuk pola pikir dan kebutuhan informasi generasi muda.
Istilah “googling” yang dulunya populer kini mulai kehilangan relevansinya. Data menunjukkan bahwa generasi muda tidak lagi mengandalkan mesin pencari tradisional, tetapi berpindah ke aplikasi yang lebih visual dan interaktif.
45% Gen Z Pilih Media Sosial Dibanding Google
Menurut survei April 2024 oleh Forbes Advisor dan Talker Research terhadap 2.000 orang Amerika, 45% pengguna Gen Z lebih memilih mencari informasi di media sosial. Angka ini jauh melampaui Milenial (35%), Gen X (20%), dan Boomer (kurang dari 10%).
“Audiens yang lebih muda ‘mencari’, bukan ‘Googling’,” kata Mark Shmulik, seorang analis dari Bernstein.
Ia menambahkan bahwa Gen Z kini menggunakan TikTok untuk mencari rekomendasi restoran, Amazon untuk berbelanja dan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas mereka.
Google sendiri telah menyadari tren ini. Prabhakar Raghavan, Wakil Presiden Senior Google, mengungkapkan pada konferensi tahun 2022 bahwa banyak generasi muda lebih suka mencari rekomendasi makanan di media sosial daripada di Google Maps.
Baca juga: DIY Thrift: Cara Gen Z Melawan Fast Fashion dengan Kreativitas
Pengaruh Influencer dalam Konsumsi Informasi
Pergeseran ini tidak hanya terbatas pada platform pencarian, tetapi juga pada kepercayaan terhadap influencer. Pew Research Center mengungkapkan bahwa satu dari lima warga Amerika secara teratur mendapatkan berita dari influencer di media sosial.
Influencer berita paling banyak ditemukan di platform X (85%), diikuti oleh Instagram (50%) dan YouTube (44%).
Di kalangan orang dewasa muda, khususnya mereka yang berusia 18 hingga 29 tahun, 37% mengatakan mereka secara teratur mengandalkan influencer untuk mendapatkan informasi.
Sebanyak 65% dari mereka yang mengikuti berita dari influencer mengakui bahwa informasi ini membantu mereka lebih memahami isu-isu sipil dan peristiwa terkini.
Bahkan, tujuh dari sepuluh menyatakan bahwa berita dari influencer sering kali berbeda dari sumber berita tradisional.
TikTok dan ChatGPT Jadi Andalan Baru
TikTok kini menjadi alat utama untuk mencari rekomendasi, sementara ChatGPT digunakan untuk menyelesaikan tugas akademik. Hal ini mengubah cara Gen Z mengonsumsi media dan mendapatkan informasi sehari-hari.
Data dari GWI Core menunjukkan bahwa pada 2016, hanya 40% Gen Z yang menggunakan media sosial sebagai metode utama pencarian. Tapi, angka ini melonjak menjadi 53% pada 2023.
“Generasi muda bergantung pada TikTok dan influencer untuk berita dunia atau momen budaya pop besar,” tambah Shmulik.
Baca juga: Generasi Sandwich: Menghidupi, Merawat, dan Bertahan di Dua Arah
Peran media sosial semakin terasa pada Pemilu AS 2024. Pew Research Center menemukan bahwa influencer memainkan peran penting dalam menyampaikan informasi politik.
Baik Partai Republik maupun Demokrat memberikan kredensial kepada influencer untuk meliput konvensi mereka, mewawancarai kandidat, dan menggalang dana.
Sebanyak 27% influencer berita secara eksplisit menyatakan diri sebagai Republikan, konservatif, atau pro-Donald Trump, sementara 21% lainnya sebagai Demokrat, liberal, atau pro-Kamala Harris. Ini mencerminkan bagaimana media sosial menjadi medan utama pertempuran opini politik.
Apa yang Bisa Dipelajari dari Tren Ini?
Dengan 65% responden mengaku lebih memahami isu-isu terkini dari influencer, perusahaan media tradisional perlu beradaptasi dengan kebutuhan audiens muda.
Meningkatkan kehadiran di platform seperti TikTok dan memperkuat hubungan dengan influencer dapat menjadi strategi yang efektif untuk tetap relevan.
Tren ini menggarisbawahi pentingnya generasi muda untuk mengembangkan literasi digital. Dengan semakin banyaknya sumber informasi, penting bagi Gen Z untuk bisa membedakan berita yang valid dari informasi palsu.
Perubahan ini tidak hanya berdampak pada platform pencarian seperti Google, tetapi juga pada cara kita memahami konsumsi media di era digital.
Di masa depan, media sosial dan influencer kemungkinan besar akan terus mengambil peran utama dalam menyediakan informasi bagi generasi muda.