573 Kasus Kekerasan Meningkat di Sekolah dan Pesantren

Kasus
Kasus kekerasan di sekolah dan pesantren semakin meningkat di tahun 2024

FYPMedia.IDKasus kekerasan di sekolah dan pesantren di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), pada tahun 2024 tercatat 573 kasus kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan, baik sekolah maupun pesantren.

Jumlah ini mengalami lonjakan lebih dari 100% dibandingkan tahun sebelumnya, 2023 yang hanya mencatatkan 286 kasus. Peningkatan ini menjadi perhatian serius karena kekerasan di lembaga pendidikan berpotensi mengganggu kualitas pembelajaran dan perkembangan sosial emosional siswa.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh JPPI, kasus kekerasan yang terjadi di sekolah dan pesantren terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan verbal, hingga kekerasan seksual.

Meski kekerasan fisik masih mendominasi, tetapi kekerasan verbal dan psikologis turut memberikan dampak yang tidak kalah merusaknya terhadap kesejahteraan anak.

Di sekolah, kekerasan seringkali melibatkan perundungan antar siswa, sementara di pesantren, kasus kekerasan seringkali terjadi dalam bentuk tindakan disipliner yang berlebihan dari pihak pengurus pesantren.

Angka 573 kasus yang tercatat pada 2024 menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020, JPPI melaporkan bahwa jumlah kasus kekerasan di sekolah dan pesantren hanya tercatat sekitar 120 kasus.

Namun, sejak 2021 angka ini mulai menunjukkan tren kenaikan yang terus berlanjut hingga mencapai lebih dari dua kali lipat pada tahun 2024. Tren ini mencerminkan adanya masalah sistemik yang lebih besar terkait dengan budaya kekerasan di lembaga pendidikan di Indonesia.

Baca Juga: 8 Tips Mengatasi Susah Tidur Malam Akibat Asyik Main HP

Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab utama meningkatnya kekerasan di sekolah dan pesantren. Salah satu yang paling utama adalah ketidakmampuan sistem pendidikan untuk mencegah dan menangani kekerasan dengan efektif.

Dalam banyak kasus, guru dan pengelola sekolah atau pesantren sering kali tidak memiliki kapasitas atau pelatihan yang memadai untuk menangani situasi kekerasan yang melibatkan peserta didik.

Kurangnya sistem pelaporan yang transparan dan tidak adanya tindak lanjut yang tegas terhadap kasus kekerasan membuat banyak kasus tidak terungkap atau dibiarkan begitu saja.

Selain itu, faktor budaya juga menjadi salah satu penyebab maraknya kekerasan di dunia pendidikan. Banyak lembaga pendidikan, baik sekolah maupun pesantren yang masih menerapkan pendekatan disiplin yang otoriter dan cenderung mengabaikan hak-hak psikologis peserta didik.

Dalam beberapa kasus, metode pendidikan yang terlalu keras atau kasar justru dianggap sebagai cara yang sah untuk mendidik, tanpa mempertimbangkan dampak psikologis yang ditimbulkan kepada anak-anak.

Selain itu, masalah keluarga juga turut berperan. Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan masalah kekerasan atau ketidakstabilan emosional cenderung lebih rentan menjadi korban atau pelaku kekerasan di sekolah.

Ketidakharmonisan dalam keluarga, stres atau bahkan trauma yang dialami anak-anak serin kali memengaruhi perilaku mereka di lingkungan pendidikan.

Pemerintah dan berbagai lembaga pendidikan harus segera mengambil langkah strategis untuk menanggulangi masalah ini. Pendekatan yang lebih humanis dan berbasis pada pendidikan karakter menjadi salah satu solusi yang diusulkan.

Setiap sekolah dan pesantren harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas untuk menangani kekerasan serta menyediakan dukungan psikologis bagi korban. Program pencegahan kekerasan, seperti pelatihan untuk guru dan tenaga pendidik, harus diperluas dan lebih intensif.

Penerapan sistem pelaporan yang mudah dan aman juga sangat penting untuk mengidentifikasi dan menangani kasus kekerasan secara cepat. Selain itu, penting juga untuk melakukan pendekatan yang melibatkan keluarga dalam upaya pencegahan kekerasan.

Pendidikan orang tua tentang pentingnya membangun komunikasi yang sehat dengan anak-anak dapat membantu mengurangi potensi kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Di samping itu, perlu ada perubahan dalam budaya pendidikan yang lebih mengutamakan dialog, penghargaan terhadap hak-hak individu, serta membangun lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak.

Baca Juga: Ini Alasan Pengguna Gmail Disarankan Ganti Alamat Email pada 2025

Meningkatnya kasus kekerasan di sekolah dan pesantren adalah masalah serius yang harus segera ditangani. Tidak hanya berdampak pada kesehatan mental dan fisik anak-anak tetapi juga dapat menghambat perkembangan pendidikan di Indonesia secara keseluruhan.

Diperlukan kerjasama antara pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi anak-anak serta menghentikan budaya kekerasan yang masih berlangsung dalam sistem pendidikan. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan dan program yang diimplementasikan berfokus pada perlindungan dan kesejahteraan siswa.