5 Fakta Menarik Pemilik Daycare Depok, Restitusi Rp 300 Juta dan Vonis Penjara 1 Tahun

daycare
Meita Irianty, pemilik daycare tersangka penganiayaan balita di Depok/Sumber Foto: Devi Puspitasari/detikcom

FYPMedia.id Kasus penganiayaan anak yang terjadi di sebuah daycare di Depok, Jawa Barat, akhirnya mencapai putusan pada Rabu, 11 Desember 2024. Meita Irianty, pemilik Wensen School Indonesia, divonis satu tahun penjara dan diwajibkan membayar restitusi kepada dua balita korban, MK (2) dan AM (9 bulan), dengan total Rp 300 juta. 

Vonis ini mencuri perhatian publik karena melibatkan isu serius mengenai kekerasan terhadap anak dan kelalaian pengawasan di lembaga penitipan anak.

  • Vonis Ringan Dibandingkan Tuntutan Jaksa

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Bambang Setyawan, Meita Irianty dihukum penjara selama satu tahun, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta agar ia dihukum 1 tahun 6 bulan. 

Selain itu, Meita juga diperintahkan untuk membayar restitusi masing-masing Rp 150 juta kepada korban MK dan AM, dengan ketentuan bahwa jika tidak membayar restitusi, ia akan dihukum lima bulan penjara. 

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun,” ucap Hakim Ketua Bambang Setyawan dalam sidang vonis di PN Depok, Rabu (11/12/2024), dilansir Kompascom.

  • Restitusi yang Membebani Meita Irianty

Hukuman pidana tambahan yang diterima Meita Irianty adalah kewajiban untuk membayar restitusi sebesar Rp 300 juta. 

Masing-masing korban MK dan AM mendapat jatah Rp 150 juta. Jika Meita gagal membayar, ia akan dikenakan pidana kurungan selama lima bulan.

 “Kepada MK (2) sejumlah Rp 150 juta dan kepada anak korban AM (9 bulan) Rp 150 juta,” ujar Bambang Setyawan. Total restitusi yang lebih rendah dari tuntutan jaksa ini mencerminkan pertimbangan khusus yang diterima oleh terdakwa.

Baca juga: Tragedi Pemalang: Bocah 9 Tahun Tewas di Karung, Remaja SMA Jadi Tersangka

  •  Faktor yang Memberatkan dan Meringankan

Majelis hakim mempertimbangkan beberapa faktor yang memberatkan dan meringankan dalam memutuskan vonis Meita.

Beberapa faktor yang memberatkan adalah perbuatannya yang menyebabkan trauma pada korban dan meresahkan masyarakat.

Namun, terdapat faktor meringankan, seperti kondisi Meita yang sedang hamil delapan bulan dan belum pernah dihukum sebelumnya.

“Terdakwa merasa bersalah, menyesali perbuatannya, dan tidak akan mengulanginya lagi,” ujar Bambang Setyawan.

  • Penutupan Daycare dan Masalah Legalitas

Kasus ini juga memunculkan perhatian terkait status legalitas daycare Wensen School Indonesia. 

Dinas Pendidikan Kota Depok mengungkapkan bahwa daycare ini tidak memiliki izin operasional dan ilegal. 

Akibatnya, daycare tersebut ditutup oleh pihak berwenang setelah kasus ini mencuat ke publik. Hal ini menambah keseriusan masalah di dunia penitipan anak yang memerlukan regulasi ketat.

Baca juga: 5 Fakta Mengejutkan Kasus Ronald Tannur: Suap Hakim hingga Dissenting Opinion

  • Tindak Lanjut Hukum dan Harapan Meita Irianty

Meita Irianty masih belum memutuskan apakah akan menerima vonis tersebut atau mengajukan banding. 

Pihak kuasa hukumnya juga mengatakan bahwa mereka akan mendiskusikan langkah hukum selanjutnya dalam waktu dekat. 

Dalam pembacaan pledoi, Meita sempat berharap bisa mendapatkan hukuman percobaan tanpa harus dipenjara, meskipun tuntutan jaksa sudah jelas.

Kasus ini tentu memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap tempat penitipan anak di Indonesia. 

Orang tua semakin berhati-hati dalam memilih daycare yang aman dan terjamin kualitas pengawasannya. 

Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya peran pengawasan dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan anak-anak di fasilitas pendidikan dan perawatan anak.

Dengan putusan ini, diharapkan kejadian serupa dapat dicegah di masa depan, dan lembaga penitipan anak lainnya. meningkatkan standar pengawasan untuk mencegah kekerasan terhadap anak yang tidak hanya melukai fisik, tetapi juga memberikan trauma jangka panjang bagi korban.

Kasus penganiayaan anak oleh pemilik daycare di Depok ini memberi pelajaran berharga bagi masyarakat dan otoritas terkait dalam menanggapi masalah kekerasan terhadap anak. 

Vonis satu tahun penjara dan restitusi Rp 300 juta mencerminkan upaya hukum yang serius, namun juga menunjukkan tantangan dalam penegakan hukum terkait kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia. 

Dengan meningkatnya perhatian terhadap isu ini, diharapkan sistem penitipan anak yang lebih aman dan transparan dapat terbentuk.