5 Dampak Negatif Tarif Impor AS terhadap Indonesia
❌ 1. Penurunan Daya Saing Produk Ekspor Indonesia di Pasar AS
Dengan diberlakukannya tarif impor sebesar 19%, produk-produk Indonesia yang masuk ke pasar Amerika akan mengalami kenaikan harga secara otomatis. Hal ini dapat membuat produk Indonesia kurang kompetitif dibandingkan dengan produk dari negara lain yang tidak dikenakan tarif tinggi.
➡ Dampaknya: Permintaan terhadap produk ekspor Indonesia di pasar AS bisa menurun, terutama pada sektor tekstil, furnitur, karet, dan produk manufaktur lainnya.
❌ 2. Ketergantungan Berlebihan pada Produk Amerika
Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia diwajibkan membeli produk energi, pertanian, dan pesawat dari AS dengan nilai total mencapai lebih dari US\$20 miliar (sekitar Rp317 triliun). Hal ini dapat meningkatkan ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap produk asing, khususnya dari AS.
➡ Dampaknya: Industri dalam negeri bisa tertekan karena kalah bersaing, dan peluang pengembangan produk lokal berkurang akibat dominasi barang impor dari Amerika.
❌ 3. Defisit Neraca Perdagangan Bisa Melebar
Dengan Indonesia harus membeli produk dari AS dalam jumlah besar, sementara ekspor Indonesia ke AS terhambat oleh tarif 19%, maka neraca perdagangan berpotensi mengalami defisit.
➡ Dampaknya: Posisi ekonomi Indonesia di mata global bisa melemah, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa terpengaruh oleh ketidakseimbangan arus perdagangan ini.
❌ 4. Beban Tambahan bagi Pelaku Usaha Ekspor
Para eksportir Indonesia ke AS kini harus menghadapi beban tambahan berupa tarif masuk 19%, yang sebelumnya hanya 0–5%. Untuk bertahan, mereka mungkin perlu menurunkan margin keuntungan atau menanggung kerugian agar harga tetap kompetitif.
➡ Dampaknya: Banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sebelumnya bergantung pada ekspor ke AS dapat mengalami penurunan pendapatan atau bahkan gulung tikar.
❌ 5. Kesepakatan Dinilai Timpang dan Berisiko Politik
Kesepakatan ini dinilai tidak berimbang, karena hanya menguntungkan pihak AS tanpa adanya imbal balik tarif nol persen dari Indonesia terhadap produk RI. Selain itu, fakta bahwa pengumuman hanya dilakukan oleh pihak AS tanpa klarifikasi resmi dari pemerintah Indonesia dapat memicu polemik dan tekanan politik di dalam negeri.
➡ Dampaknya: Kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa terganggu, terutama jika isi kesepakatan dianggap merugikan kepentingan nasional atau tidak melalui proses transparan.
Kesepakatan dagang yang tampaknya dilakukan secara sepihak oleh AS ini memang mengandung potensi strategis, namun juga menyimpan risiko besar bagi Indonesia jika tidak diimbangi dengan strategi kebijakan dalam negeri yang jelas dan tegas.