Puluhan Siswa Nakal di Purwakarta Dikirim ke Barak Militer untuk Dibina Disiplin
Purwakarta, CNN Indonesia — Pemerintah Kabupaten Purwakarta mengambil langkah tegas dalam menangani kenakalan remaja yang semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 39 siswa dari berbagai sekolah menengah di wilayah tersebut dikirim ke barak militer untuk menjalani program pembinaan khusus. Upaya ini dilakukan sebagai bagian dari komitmen pemerintah daerah dalam membentuk karakter generasi muda yang lebih disiplin, bertanggung jawab, dan memiliki semangat kebangsaan.
Para siswa tersebut diangkut menggunakan truk militer milik TNI AD dan diantar langsung oleh para orang tua mereka ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9 TNI Angkatan Darat. Di tempat tersebut, para siswa akan mengikuti rangkaian program pembinaan yang dirancang secara khusus dengan pendekatan militeristik—dengan harapan bisa memulihkan disiplin dan perilaku positif yang mulai terkikis.
Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, menegaskan bahwa total 39 siswa terlibat dalam program ini. “Mereka berasal dari berbagai sekolah di Purwakarta, terlibat dalam kenakalan remaja seperti tawuran, bolos sekolah, pelanggaran lalu lintas, hingga sikap kurang hormat kepada guru dan orang tua,” ujar Saepul dalam pernyataan resminya.
Namun, dari jumlah tersebut, satu orang siswa dilaporkan kabur sebelum program dimulai. Pemerintah daerah bersama aparat dan pihak sekolah tengah melacak keberadaan siswa tersebut agar dapat kembali mengikuti pembinaan yang telah dirancang untuk masa depan mereka.
Program dengan Pendekatan Tegas dan Edukatif
Program ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Dinas Pendidikan, dan pihak TNI AD. Dalam pelaksanaannya, pendekatan yang digunakan bukan semata-mata hukuman, melainkan lebih kepada pembinaan karakter berbasis kedisiplinan dan wawasan kebangsaan.
Menurut Komandan Batalyon Artileri Medan 9 TNI AD, kegiatan pembinaan ini melibatkan latihan baris-berbaris, pendidikan fisik, pembentukan mental, serta sesi diskusi mengenai nilai-nilai Pancasila, tanggung jawab sosial, dan pentingnya pendidikan.
“Anak-anak ini adalah aset bangsa. Tugas kami adalah membantu mereka menemukan kembali arah hidupnya. Banyak di antara mereka yang hanya butuh dibimbing dengan pendekatan yang berbeda dari biasanya,” ujarnya.
Para pelatih militer yang terlibat telah diberikan arahan agar metode pelatihan tetap mengedepankan nilai edukatif dan tidak bersifat represif. Kedisiplinan yang diterapkan dimaksudkan untuk memberi pengalaman hidup yang lebih teratur, bukan untuk menakut-nakuti atau menyiksa peserta.
Peran Orang Tua dan Sekolah
Peran orang tua dalam program ini juga sangat signifikan. Mereka diharuskan hadir saat proses pengantaran dan penyerahan siswa ke lokasi pelatihan. Hal ini bertujuan membangun komitmen bersama antara keluarga, sekolah, dan pemerintah dalam membina karakter anak.
“Saya sebagai orang tua sudah mencoba segala cara. Tapi anak saya tetap sering bolos dan bergaul dengan lingkungan yang kurang baik. Kami berharap, dengan pengalaman ini, dia bisa berubah,” ujar seorang ibu peserta, yang enggan disebutkan namanya.
Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta juga memberikan dukungan penuh. Kepala Dinas Pendidikan menyatakan bahwa pendekatan pembinaan melalui barak militer ini adalah bagian dari inovasi pendidikan karakter. Ia menilai bahwa sebagian siswa memerlukan pengalaman nyata agar bisa menyadari kesalahan dan memperbaiki diri.
“Pendidikan karakter tidak hanya diajarkan di kelas, tapi juga melalui pengalaman hidup. Di sinilah nilai-nilai seperti tanggung jawab, kerjasama, dan respek bisa ditanamkan dengan kuat,” ujarnya.
Respons Masyarakat dan Pengamat Pendidikan
Langkah tegas ini menuai respons beragam dari masyarakat. Sebagian besar warganet menyambut baik program pembinaan ini. Banyak yang menilai bahwa metode pembinaan dalam lingkungan militer bisa menjadi terapi kejut yang efektif bagi pelajar yang sudah tidak mempan dengan teguran biasa.
Namun, tidak sedikit pula pihak yang menyuarakan keprihatinan. Beberapa pengamat pendidikan menyarankan agar pendekatan semacam ini dilakukan secara hati-hati dan dievaluasi menyeluruh.
“Pembinaan berbasis militer bisa efektif jika dilakukan dengan pengawasan ketat dan tidak melanggar prinsip psikologi perkembangan anak,” ujar Irwan Supandi, seorang pengamat pendidikan dari Bandung. Ia menekankan pentingnya konseling dan pendampingan psikologis, agar anak-anak yang dibina tidak merasa tertekan secara emosional.
Selain itu, pendekatan yang terlalu keras, jika tidak diimbangi dengan pemahaman yang mendalam, dikhawatirkan justru akan menimbulkan trauma baru bagi anak. Oleh karena itu, pemerintah daerah diminta untuk menyediakan psikolog atau konselor pendidikan selama proses pembinaan berlangsung.
Evaluasi dan Tindak Lanjut
Program ini dijadwalkan berlangsung selama beberapa pekan, dan hasilnya akan dievaluasi oleh tim gabungan dari Dinas Pendidikan, pihak sekolah, dan TNI. Evaluasi akan mencakup perubahan perilaku, peningkatan kedisiplinan, serta motivasi siswa dalam menjalani proses pendidikan setelah program selesai.
Rencananya, setelah menyelesaikan pembinaan, para siswa akan kembali ke sekolah dengan sistem monitoring ketat. Mereka juga akan dibina lebih lanjut oleh guru BK (Bimbingan Konseling) dan mentor dari komunitas pemuda setempat. Pemerintah daerah tengah menyusun sistem pendampingan lanjutan agar proses perubahan karakter bisa berkelanjutan dan tidak berhenti di barak militer saja.
Pemerintah Kabupaten Purwakarta berharap bahwa langkah ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam menangani permasalahan kenakalan remaja. Dengan sinergi antara orang tua, sekolah, pemerintah, dan TNI, diharapkan terbentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter kuat, tangguh, dan mencintai tanah air.
Penutup
Kenakalan remaja adalah masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan kolaboratif dan kreatif. Apa yang dilakukan oleh Pemkab Purwakarta adalah salah satu bentuk inovasi kebijakan yang berani. Meski menuai pro dan kontra, langkah ini menunjukkan komitmen untuk tidak tinggal diam terhadap krisis moral di kalangan pelajar.
Apakah metode militer efektif dalam jangka panjang masih menjadi pertanyaan terbuka. Namun yang pasti, di tengah tantangan zaman yang makin berat, pendidikan karakter menjadi fondasi yang tak bisa ditawar. Generasi muda Indonesia tidak hanya butuh ilmu, tetapi juga integritas, kedisiplinan, dan rasa hormat terhadap sesama.