FYPmedia.id – Organisasi literasi nasional Siap Menulis Indonesia (SMI) resmi mengalami transisi kepemimpinan. Jabatan CEO kini berpindah dari sang pendiri, Muhammad Riyadz Aqsha, kepada Suherman Ramadhani untuk periode 2025–2026. Pergantian kepemimpinan ini menjadi momentum penting dalam perjuangan SMI menanggulangi darurat literasi menulis di Indonesia.
Dalam sambutannya, Riyadz Aqsha menyampaikan harapan besar terhadap CEO baru. “Saya percaya Suherman adalah sosok yang tepat untuk membawa SMI naik ke level yang lebih strategis. Semangatnya, pengalamannya dalam dunia literasi akar rumput, dan kepeduliannya terhadap generasi muda menjadi fondasi penting untuk perubahan nyata,” ujarnya.
Darurat Literasi Menulis Jadi Tantangan Besar
Indonesia kini menghadapi darurat literasi menulis yang serius. Meski minat baca mulai menunjukkan tren positif, budaya menulis buku justru masih terpinggirkan. Data UNESCO menyebutkan, hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang aktif membaca buku, sedangkan skor PISA 2024 menempatkan literasi Indonesia di peringkat 70 dari 80 negara.
Menurut Suherman Ramadhani, ini bukan sekadar krisis angka. “Ini bukan sekadar krisis jumlah penulis, tapi ancaman hilangnya warisan pemikiran generasi muda,” tegasnya.
CEO Baru Usung Visi Perubahan Berbasis Ekosistem
Suherman melihat masalah literasi menulis sebagai persoalan multidimensi. “Banyak anak muda punya ide brilian, tapi terhambat oleh kurangnya keterampilan teknis, minimnya pendampingan, dan ketiadaan ekosistem pendukung. Mereka terjebak dalam siklus mulai-berhenti karena merasa menulis buku seperti mendaki gunung sendirian,” jelasnya.
Ia juga menyoroti tantangan akses pelatihan di daerah yang masih timpang serta ketakutan akan pasar buku yang kompetitif, yang membuat banyak calon penulis muda ragu untuk melangkah lebih jauh.
Siap Menulis Indonesia Bersiap Jadi Gerakan Nasional
Dengan kepemimpinan baru, SMI berkomitmen untuk memperluas dampak. Program pelatihan menulis, mentorship gratis, hingga program beasiswa literasi akan diperkuat. Fokus juga diarahkan pada kolaborasi dengan komunitas daerah, sekolah, dan kampus untuk membentuk ekosistem menulis yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kami ingin menjadikan Siap Menulis Indonesia bukan hanya komunitas, tapi gerakan nasional yang mengangkat literasi dari ruang sempit ke panggung besar,” ungkap Suherman.
Literasi Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan Bangsa
Transisi kepemimpinan ini bukan sekadar seremonial, melainkan titik balik bagi SMI untuk menjangkau lebih banyak anak muda di seluruh penjuru Indonesia. Dalam dunia yang semakin cepat dan digital, kemampuan menulis bukan lagi pilihan, tapi keharusan.
“Buku adalah jembatan ide lintas generasi. Kalau generasi muda berhenti menulis, maka kita kehilangan arah masa depan,” pungkas Riyadz Aqsha, sang pendiri. (ryd)